itkaktus
Senin, 02 Desember 2024
Garis Takdir
Sabtu, 03 Agustus 2024
Dekapan Tuhan
Senin, 05 April 2021
Berkelana
Jumat, 19 Maret 2021
KESALAHAN
Senin, 30 November 2020
Karena Patah Hati Saya Salah Berharap Lebih?
Teknologi Pengganti Peran Guru di Sekolah?
Minggu, 01 November 2020
Generasi Islami: fisik kuat vs mental lembek
Tentang Waktu Sendu dan Kelabu
Author: Erna S
Pada dinding bisu
Bangunan yang kelabu
Warna tak lagi berpadu
Tebaran debu dan kisah yang sendu
Menjalar dalam kalbu
Tertinggal pada dimensi waktu
Membekas dengan ragu
Menggandeng pilu pada tapak yang tak lagi punya malu
Minggu, 02 Agustus 2020
Tak bertuan
Secercah
Minggu, 14 Juni 2020
Kerangka Alur
Dear for you
Doaku adalah panggilan rindu
Yang kerangkanya berusaha aku satukan
Dalam perjumpaan yang mungkin masih semu
Aku terlalu merindu sehingga melambungkan harap nan jauh
Pada titah kenangan yang mengusik kalbuku
Dikala sunyi diam-diam ia merajuk
Lihat...Masa kecilku telah berlalu
Kini, menanti adalah alur hidupku
MAKALAH TAKWA
“Takwa dan hubungannya dengan Lingkungan Hidup “
Kelompok 7
Tahun 2017
Kata Pengantar
Segala puji kami hanturkan kepada Allah SWT, karena atas pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bahan dalam pemenuhan tugas kelompok mata kuliah Studi Islam 3 yang dibimbing oleh bapak Abd. Thalib S.PdI, M.PdI. Kami juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini membahas tentang “Takwa dan hubungannya dengan Lingkungan Hidup “.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami banyak mengharap kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan kami dalam menyusun makalah dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi kami sebagai penyusun.
Maros, 02 Desember 2017
Penyusun
Halaman Sampul
Kata Pengantar.......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Ruang lingkup lingkungan ........................................................................... 3
B. Takwa dan hubungannya dengan lingkungan hidup..................................... 4
C. Cara Meningkatkan Takwa Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Hidup.. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................... 13
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dan kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita.Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruniai amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Maka dari itu kami akan membahas dalam makalah ini terkait dengan hal tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja ruang lingkup dari lingkungan ?
2. Bagaimana takwa dan hubungannya dengan lingkungan hidup ?
3. Bagaimana cara mengembangkan takwa dan hubungan dengan lingkungan hidup ?
1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang Lingkup Lingkungan
Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar.
Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang
Secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara,iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
B. Takwa Dan Hubungannya Dengan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.
Allâh Azza wa Jalla berfirman : “Itulah ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar dan tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya”. [Ali Imrân/3:108]
Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata,’ Telah nampak kerusakan,’ maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”
Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.
Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: ” Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya, “Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”
Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?
Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”
Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda : Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.Bahkan pohon itu akan menjadi aset pahala baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.
Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan.
Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.
Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar daripada buah-buahan yang ada sekarang.”
Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda : Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.
Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !
Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. [al-A’râf/7:56]
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, “Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), ‘Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.’ Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu dan memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta merendahkan diri kepada-Nya.”
Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan. Hewan saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [al-Hijr/15:19]. Semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional dan seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang lainnya. Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”
Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi. Allâh Azza wa Jalla berfirman: Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. [ar-Rûm/30:48].
Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.
Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.
C. Cara Meningkatkan Takwa Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Hidup
Sebagai manusia, Allah menciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT sekaligus untuk diuji kelak untuk menentukan nasib hidup manusia selanjutnya di akhirat. Untuk bisa menjalankan tujuan tersebut tentu saja manusia wajib untuk memiliki iman dan taqwa agar ia mampu juga mau menjalankan segala perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Dan juga manusia harus senantiasa selalu berupaya meningkatkan ketakwaannya baik dalam hubungannya dengan Allah, manusia maupun hubungannya dengan lingkungan hidupnya. Jika tidak, tentu akan mendatangkan kemalasan untuk melaksanakan segala perintah Allah tersebut.
Berikut beberapa cara dalam meningkatkan takwa dalam hubungan dengan lingkungan hidup :
1. Memperbaiki Shalat
Untuk bisa meningkatkan taqwa takwa dalam hubungan dengan lingkungan hidup salah satu caranya adalah dengan memperbaiki shalat. Shalat saja tidak cukup, melainkan membutuhkan shalat khusuk dan berkualitas. Itulah shalat yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan.
Allah SWT berfirman “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al Ankabut : 45).
Dengan banyak memperbaiki shalat, insyaAllah akan mencegah kita dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Misalnya mencegah kita dari perbuatan merusak ekosistem alam. Dan dengan demikian insyaAllah akan meningkatkan ketakwaan kita.
2. Mentadaburi Al-Quran
Kita bisa meyakini dan memiliki ketaqwaan kepada Allah dari sumbernya, yakni Al-Quran yang memberikan kita petunjuk. Untuk itu dalam meningkat iman dan taqwa membaca sumbernya adalah jalan yang tepat. Dengan membaca Al-Quran bukan berarti membaca teksnya, melainkan mentadaburi isinya, dan menjadikan Al Quran sebagai petunjuk dalam mengelola lingkungan hidup.
Hal ini sebagaimana Allah sampaikan dalam Surat Yunus ayat 37, “Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. Untuk itu, tadabur Al-Quran adalah sesuatu yang wajib dilakukan dan ketika sudah mempelajarinya maka akan muncul keyakinan dan tidak ada keraguan sedikitpun.
3. Mentafakuri Alam Semesta
Alam semesta jagad raya ini adalah milik Allah SWT. Untuk itu, mentafakuri alam semesta juga salah satu cara meningkatkan iman dan taqwa. Aktivitas ini membuat kita semakin yakin dan takjub akan segala ciptaan Allah SWT. Dan dengan begitu akan bertambah rasa syukur kita kepada-Nya, dengan cara menjaga serta melestarikan lingkungan sekitar.
Hal ini juga disampaikan Allah dalam QS Fushilat ayat 37, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.”
4. Mempelajari Ilmu Pengetahuan
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya” (QS Al Hajj : 8)
Ilmu di dunia ini segalanya milik Allah. Yang benar adalah milik Allah, hanya manusia saja kadang tidak menangkapnya secara seksama dalam kehidupan sehari-hari. Membaca ilmu pengetahuan dan mempelajarinya akan membuat kita semakin tunduk dan takjub, karena ilmu manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang Allah miliki.
Ilmu manusia hanya setetes dari luasnya samudera. Hal ini karena Islam dan Ilmu Pengetahuan tentu saling mendukung bukan bersebrangan. Jadi mempelajari ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan bagaimana mengelolah alam dengan baik dapat menjadikan takwanya kita semakin kuat dalam hubungan dengan lingkungan sekitar.
5. Tidak Terlena dengan Kehidupan Dunia
Dunia bisa menawarkan kebahagiaan ataupun kesedihan walaupun semuanya hanya sementara. Untuk itu, menjaga dan meningkat keimanan dan ketaqwaan dapat kita lakukan dengan cara menjaga diri agar tidak terlena dengan kehidupan dunia. Biasanya dengan terlena kehidupan dunia, kita juga lupa dengan Allah dan perintahnya. Untuk itu, berhati-hati baik dalam kondisi apapun agar tidak terjebak pada urusan duniawi semata.
6. Mencari Informasi Manfaat atau Dampak dari Perintah Allah
Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa juga dapat di dapat saat kita mau mencari informasi. Semakin kita mengetahui apa manfaat atau dampak yang bisa kita ambil dari sebuah perintah, maka kita akan semakin bersyukur dan merasakan bahagia karena apa yang diperintahkan untuk dijalankan oleh Allah SWT adalah sesuatu yang menyelematkan dan membahagiakan. Untuk itu, kita harus dapat mencari dan menggali informasi mengenai sebuah perintah agar keimanan dan ketaqwaan semakin bertambah. Jadi untuk meningkatkan ketakwaan kita dalam hubungan dengan lingkungan maka kita harus mencarari informasi manfaat dari pelaksanaan perintah menjaga lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu. Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Jadi menjaga lingkungan hidup termasuk dalam kategori bertakwa sebab telah menjalankan amanah yang diberikan Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi.
B. Saran
Kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebab setiap manusia punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.
Daftar Pustaka