Minggu, 14 Juni 2020

Kerangka Alur


Dear for you

Doaku adalah panggilan rindu

Yang kerangkanya berusaha aku satukan

Dalam perjumpaan yang mungkin masih semu

Aku terlalu merindu sehingga melambungkan harap nan jauh

Pada titah kenangan yang mengusik kalbuku

Dikala sunyi diam-diam ia merajuk

Lihat...Masa kecilku telah berlalu

Kini, menanti adalah alur hidupku


MAKALAH TAKWA



Makalah

“Takwa dan hubungannya dengan Lingkungan Hidup “

 

 

Kelompok 7


 

 

 

Tahun  2017



 

Kata Pengantar

Segala puji kami hanturkan kepada Allah SWT, karena atas pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bahan dalam pemenuhan tugas kelompok mata kuliah Studi Islam 3 yang dibimbing oleh bapak Abd. Thalib S.PdI, M.PdI.  Kami juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini membahas tentang “Takwa dan hubungannya dengan Lingkungan Hidup “.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami banyak mengharap kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan kami dalam menyusun makalah dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi kami sebagai penyusun.

 

 

 

Maros, 02 Desember 2017

 

Penyusun

 


 

Daftar Isi

Halaman Sampul

Kata Pengantar.......................................................................................................... ii

Daftar Isi................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang............................................................................................. 1

 

B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A.     Ruang lingkup lingkungan ........................................................................... 3

 

B.     Takwa dan hubungannya dengan lingkungan hidup..................................... 4

 

C.     Cara Meningkatkan Takwa Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Hidup.. 10

BAB III PENUTUP

A.     Kesimpulan................................................................................................. 13

 

B.     Saran........................................................................................................... 13

Daftar pustaka

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

 

Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dan kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).

Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.

Taqwa adalah bentuk  peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita.Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruniai amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.

Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Maka dari itu kami akan membahas dalam makalah ini terkait dengan hal tersebut.


 

B.     Rumusan masalah

1.    Apa saja ruang lingkup dari lingkungan ?

2.    Bagaimana takwa dan hubungannya dengan lingkungan hidup ?

3.    Bagaimana cara mengembangkan takwa dan hubungan dengan lingkungan hidup ?


1.       

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Ruang Lingkup Lingkungan

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar.

Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang

Secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi.

Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1.      Unsur Hayati (Biotik)

 

Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.

2.      Unsur Fisik (Abiotik)

 

Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara,iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.

 

B.     Takwa Dan Hubungannya Dengan Lingkungan Hidup

Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.

Allâh Azza wa Jalla berfirman : “Itulah ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar dan tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya”. [Ali Imrân/3:108]

Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata.  Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]

Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]

Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata,’ Telah nampak kerusakan,’ maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”

Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.

Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.

Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: ” Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya, “Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”

Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?

Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”

Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda : Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.Bahkan pohon itu akan menjadi aset pahala baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.

Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan.

Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.

Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar daripada buah-buahan yang ada sekarang.”

Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda : Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.

Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.

Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !

Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. [al-A’râf/7:56]

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, “Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), ‘Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.’ Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu dan memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta merendahkan diri kepada-Nya.”

Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan. Hewan saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :

Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [al-Hijr/15:19]. Semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.

Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional dan seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang lainnya. Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”

Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi. Allâh Azza wa Jalla berfirman: Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. [ar-Rûm/30:48].

Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.

Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.

Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.


 

C.     Cara Meningkatkan Takwa Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Hidup

Sebagai manusia, Allah menciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT sekaligus untuk diuji kelak untuk menentukan nasib hidup manusia selanjutnya di akhirat. Untuk bisa menjalankan tujuan tersebut tentu saja manusia wajib untuk memiliki iman dan taqwa agar ia mampu juga mau menjalankan segala perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Dan juga manusia harus senantiasa selalu berupaya meningkatkan ketakwaannya baik dalam hubungannya dengan Allah, manusia maupun hubungannya dengan lingkungan hidupnya. Jika tidak, tentu akan mendatangkan kemalasan untuk melaksanakan segala perintah Allah tersebut.

Berikut beberapa cara dalam meningkatkan takwa dalam hubungan dengan lingkungan hidup  :

1.      Memperbaiki Shalat

Untuk bisa meningkatkan taqwa takwa dalam hubungan dengan lingkungan hidup    salah satu caranya adalah dengan memperbaiki shalat. Shalat saja tidak cukup, melainkan membutuhkan shalat khusuk dan berkualitas. Itulah shalat yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan.

Allah SWT berfirman “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”  (QS Al Ankabut : 45).

Dengan banyak memperbaiki shalat, insyaAllah akan mencegah kita dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Misalnya mencegah kita dari perbuatan merusak ekosistem alam. Dan dengan demikian insyaAllah akan meningkatkan ketakwaan kita.

2.      Mentadaburi Al-Quran

Kita bisa meyakini dan memiliki ketaqwaan kepada Allah dari sumbernya, yakni Al-Quran yang memberikan kita petunjuk. Untuk itu dalam meningkat iman dan taqwa membaca sumbernya adalah jalan yang tepat. Dengan membaca Al-Quran bukan berarti membaca teksnya, melainkan mentadaburi isinya, dan menjadikan Al Quran sebagai petunjuk dalam mengelola lingkungan hidup. 

 

Hal ini sebagaimana Allah sampaikan dalam Surat Yunus ayat 37, “Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. Untuk itu, tadabur Al-Quran adalah sesuatu yang wajib dilakukan dan ketika sudah mempelajarinya maka akan muncul keyakinan dan tidak ada keraguan sedikitpun.

3.      Mentafakuri Alam Semesta

Alam semesta jagad raya ini adalah milik Allah SWT. Untuk itu, mentafakuri alam semesta juga salah satu cara meningkatkan iman dan taqwa. Aktivitas ini membuat kita semakin yakin dan takjub akan segala ciptaan Allah SWT. Dan dengan begitu akan bertambah rasa syukur kita kepada-Nya, dengan cara menjaga serta melestarikan lingkungan sekitar.

Hal ini juga disampaikan Allah dalam QS Fushilat ayat 37, Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.

4.      Mempelajari Ilmu Pengetahuan

Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya (QS Al Hajj : 8)

Ilmu di dunia ini segalanya milik Allah. Yang benar adalah milik Allah, hanya manusia saja kadang tidak menangkapnya secara seksama dalam kehidupan sehari-hari. Membaca ilmu pengetahuan dan mempelajarinya akan membuat kita semakin tunduk dan takjub, karena ilmu manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang Allah miliki.

Ilmu manusia hanya setetes dari luasnya samudera. Hal ini karena Islam dan Ilmu Pengetahuan tentu saling mendukung bukan bersebrangan. Jadi mempelajari ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan bagaimana mengelolah alam dengan baik dapat menjadikan takwanya kita semakin kuat dalam hubungan dengan lingkungan sekitar.

 

 

 

5.      Tidak Terlena dengan Kehidupan Dunia

Dunia bisa menawarkan kebahagiaan ataupun kesedihan walaupun semuanya hanya sementara. Untuk itu, menjaga dan meningkat keimanan dan ketaqwaan dapat kita lakukan dengan cara menjaga diri agar tidak terlena dengan kehidupan dunia. Biasanya dengan terlena kehidupan dunia, kita juga lupa dengan Allah dan perintahnya. Untuk itu, berhati-hati baik dalam kondisi apapun agar tidak terjebak pada urusan duniawi semata.

6.      Mencari Informasi Manfaat atau Dampak dari Perintah Allah

Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa  juga dapat di dapat saat kita mau mencari informasi. Semakin kita mengetahui apa manfaat atau dampak yang bisa kita ambil dari sebuah perintah, maka kita akan semakin bersyukur dan merasakan bahagia karena apa yang diperintahkan untuk dijalankan oleh Allah SWT adalah sesuatu yang menyelematkan dan membahagiakan. Untuk itu, kita harus dapat mencari dan menggali informasi mengenai sebuah perintah agar keimanan dan ketaqwaan semakin bertambah. Jadi untuk meningkatkan ketakwaan kita dalam hubungan dengan lingkungan maka kita harus mencarari informasi manfaat dari pelaksanaan perintah menjaga lingkungan.

 


BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu. Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Jadi menjaga lingkungan hidup termasuk dalam kategori bertakwa sebab telah menjalankan amanah yang diberikan Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi.

 

B.     Saran

Kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebab setiap manusia punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.

 


 

Daftar Pustaka

https://almanhaj.or.id/3456-islam-dan-lingkungan-hidup.html

https://googleweblight.com/?lite_url=https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/cara-meningkatkan-iman-dan-taqwa&ei=GoOgVEQe&lc=id-ID&s=1&m=938&host=www.google.co.id&ts=1512085741&sig=ANTY_L3S1W9DMSdLn_kLKfM2sAF7vf6UnA

POLA PERKEMBANGAN MANUSIA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang menggunakan istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak biasa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.

Perkembangan anak meliputi tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.Afektif berkaitan dengan perasaan atau emosi.Kognitif berkaitan dengan kegiatan mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan pengetahuan.Psikomotorik berkaitan dengan kepribadian manusia. Dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai pola aspek perkembangan Afektof, kognitif dan psikomotorik.

 

1.2.       Rumusan Masalah

a.       Bagaimana pola-pola perkembangan afektif manusia ?

b.      Bagaimana pola-pola perkembangan kognitif manusia ?

c.       Bagaimana tahap-tahap  perkembangan psikomotorik manusia ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.       Perkembangan Afektif

Menurut KBBI, Afektif berkenaan dengan perasaan seperti takut atau cinta, mempengaruhi keadaan perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna menunjukkan perasaan (tentang tata gaya bahasa atau makna).

Seseorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Akan tetapi pada saat-saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak bercampur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dalam tingkah lakunya. Perasaan-perasaan yang menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, kadang-kadang tidak jelas.Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982: 59).

 

Pola-Pola Perkembangan Afektif Manusia

Seorang ahli psikoanalisa dan sekaligus seorang pendidik, Erik H. Erikson mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintetis dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Dikemukakan pula bahwa perkembangan afektif merupakan dasar perkembangan manusia. Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.

a.        Trust vs Mistrus (Kepercayaan vs Kecurigaan, 0-1 tahun)

Kepercayaan (trust) terbentuk selama tahap sensorik awal. Ditunjukkan lewat rasa aman yang dimiliki, dan diperoleh dari hasil hubungan yang aman & nyaman dengan lingkungan. Sedangkan kecurigaan (mistrust), merupakan sisi lain dari rasa aman & nyaman. Kepercayaan & kecurigaan menumbuhkan pengharapan. Anak belajar menepis kekecewaan & menemukan pengharapan. Sisi negatifnya adalah kultus/pemujaan terhadap pahlawan, yang berlebihan.

b.      Autonomy vs Shame and Doubt(Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu, 1-3 tahun)

Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka, menjatuhkan, menarik, dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuan ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendiri hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasaannya bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorongan-dorongannya, serta mengendalikan diri dan lingkungannya.

Orang tua yang telalu melindungi  dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat mengendalikan dunia dan dirinya sendiri.

Jika anak meninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil dari pada rasa malu dan ragu, ia akan mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapat melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa autonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh peristiwa-peristiwa di masa selanjutnya.

c.       Initiatives vs Guilt (Inisiatif vs Kesalahan, 4-5 tahun)

Inisiatif anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua memberi respon yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melakukan kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan hanya bereaksi atau meniru anak-anak lain. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak untuk menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi. Dimensi sosial pada tahap ini mempunyai dua ujung : inititive guilt. Anak yang diberi kebebasan dan kesempatan untuk berinisiatif pada permainan motoris serta mendapat jawaban yang memadai dari pertanyaan–pertanyaan yang diajukan (Iintelectual inititive). Maka inisiatifnya akan berkembang dengan pesat.

d.      Industry vs Inferiority (Kerajinan vs Inferioritas, 6-11 tahun)

Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang muncul pada masa ini adalah :

Sense of industry sense of inferiority

Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu.

Pada usia Sekolah Dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan mencakup juga lembaga–lembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pengalaman–pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sekolah yang kurang memuaskan walaupun sifat industri dipupuk dan dikembangkan di rumah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan anak itu.

e.       Identity vs Role Confusion (Identitas vs Kekacauan Identitas, 12-18 tahun)

Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. Ia mempunyai perasaan -perasaan dan keinginan–keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengalami perkembangan. Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. Ia berpikir pula apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Ia mulai mengerti tentang keluarga yang ideal, agama dan masyarakat yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri.

Menurut Erikson pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul adalah : Ego identity  role confusion

Pada masa ini remaja harus dapat mengintegritaskan apa yang telah di alami dan dipelajarinya tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota, pramuka dan lain sebagainya menjadi satu kesatuan sehingga menunjukan kontinuitas dengan masa lalu dan siap menghadapi masa datang.

Peran orang tua yang pada masa lalu berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapai masa remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatan kepada ego indentiti sudah berkembang.

f.     Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Isolasi, 21-40 tahun)

Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak tergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat diantara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagi rasa dan memperhatikan.

g.      Generavity vs Self Absorption (Generativitas vs Stagnasi, 41-65 tahun)

Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang–orang lain diluar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi itu hidup. Generativity ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha membuat tempat kerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai Generativity berarti ia  berada dalam keadaan self  absorption dengan hanya memutuskan perhatiah kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadi saja.

h.      Integrity vs Despair (Integritas vs Keputusasaan, +65 tahun)

Pada tahap ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampuan individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan dimana individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah terlambat.

Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan tugas–tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya saja melainkan juga orang dewasa lainnya disekolah, yaitu guru.

 

2.2.       Perkembangan Kognitif

Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan,dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menajdi populer sebagai salah satu domain atau wilayah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, keyakinan ranah kejiwaan yang berpusat diotak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa(Chaplin, 1972).

Pola-pola Perkembangan Kognitif Manusia

Perkembangan kognitif  berkaitan dengan kemampuan berpikir seseorang. Jean Piagiet mengemukakan proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa melalui empat tahap perkembangan, yakni :

1.      Masa sensori motori (0,0-2,5 tahun)

Masa ini adalah masa ketika bayi menggunakan system penginderaan dan aktifitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Ia memberikan reaksi motorik terhadap rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks, seperti refleks mencari putting susu ibu, refleks menangis, refleks kaget dan lain-lain.

2.      Masa pra-operasional (2,0-7,0 tahun)

Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak dalam menggunakan symbol yang mewakili suatu konsep. Kemampuan simbolik ini memungkinkan seorang anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah dilihatnya. Misalnya, seorang anak yang pernah melihat dokter sedang praktik ia akan bermain dokter-dokteran.

3.      Masa konkreto pra-rasional (7,0-11,0 tahun)

Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan beberapa tugas yang konkret. Ia mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu identifikasi (mengenali sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), reprokasi (mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal).

4.      Masa operasional (11,0- Dewasa)

Pada usia remaja dan seterusnya, seseorang akan mampu berpikir abstrak dan hipotetis. Pada tahap ini ia mampu memperkirakan hal-hal yang mungkin terjadi. Ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan. Misalnya, mainan A lebih mahal daripada mainan B dan mainan C lebih murah daripada mainan B, maka ia dapat menyimpulkan mainan yang paling mahal dan yang paling murah.

2.3.  Perkembangan Psikomotorik

Perkembangan psikomotorik adalah perkembangankepribadian manusia yang berhubungan dengan gerakan jasmaniah dan fungsiotot akibat adanya dorongan dari pemikiran, perasaan dan kemauan dari dalam diri seseorang.

Ciri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik yang berlangsung secara teratur dan berjalan lancar tanpa dibutuhkan banyak refleksi atau berfikir terhadap apa yang harusdilakukan dan mengapa harus mengikuti suatu gerakan.

Beberapa konstelasi perkembangan motorik individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) sebagai berikut :

a.      Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang memiliki ketrampilan memainkan boneka, melempar bola dan memainkan alat alat mainan.

b.     Dengan keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan bulan pertama dalam kehidupanya kepada kondisi yang independen. Anak dapat bergerak dari satu tempat ketempat yang lain, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya sendiri. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.

c.      Melalui peningkatan potensi perkembangan psikomotorik anak dapat menyesuaikan dangan lingkungan sekolah. Pada masa pra sekolah atau pada masa awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis menggambar melukis dan baris berbaris.

d.     Melalui peningkatan potensi prkembangan psikomotorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain dan bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat dalam bergaul dengan teman sebayanya, bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi anak yang terpinggirkan

e.      Peningkatan potensi perkembangan psikomotorik sangat penting bagi perkembangan self concept (kepribadian anak)

 

Faktor yang Mempengaruhi psikomotorik Anak adalah faktor pola asuh orang tu, gen dari orang tua,pengaruh lingkungan, interior ruang belajar, dan warna

Tahapan-tahapan Perkembangan Psikomotorik

1.     Tahap Kognitif

Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan - gerakan yang kaku dan lambat. Hal tersebut terjadi karena anak ataupun siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan gerakanya.

2.     Tahap Asosiatif

Pada tahap ini seorang anak ataupun siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakanya, dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal.

3.     Tahap otonomi

Pada tahap ini seorang siswa telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi, proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia masih dapat memperbaiki gerakan garakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan gerakan.

Tehnik yang bisa digunakan untuk mengembangkan potensi psikomotorik pada peserta didik diantaranya adalah model permainan atau out bond, model meniru, model kelompok belajar dan bermain

Stimulasi untuk meningkatkan potensi psikomotorik dapat dilakukan diantaranya dengan cara : diberikan dasar - dasar ketrampilan untuk menulis dan menggambar, ketrampilan berolah raga atau menggunakan alat olah raga, gerakan geraka permainan, seperti melompat memanjat dan berlari, dan baris berbaris secara sederhana.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

·         Perkembangan afektif berkenaan dengan perasaan takut atau cinta, memperngaruhi keadaan perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna menunjukkan perasaan. Perkembangan ini memiliki pola-pola dalam perkembangannya yang terbagi menjadi dua yaitu pola perkembangan afektif yang terdiri dari delapan tahap.

·         Perkembangan Kognitif berkaitan dengan kegiatan mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan pengetahuan.Pada pola perkembangan kognitif terdiri dari empat tahap.

·         Perkembangan psikomotorik adalah perkembangan kepribadian manusia yang berhubungan dengan gerakan jasmaniah dan fungsi otot akibat adanya dorongan dari pemikiran, perasaan dan kemauan dari dalam diri seseorang. Perkembangan ini terdiri dari 4 tahap.

 

 

3.2.Saran

Sebelum menekuni tugasnya membimbing dan mengajar, guru atau calon guru sebaiknya memahami teori Piagiet atau ahli lainya tentang pola-pola perkembangan kecerdasan peserta didik. Dengan demikian mereka memiliki landasan untuk mengembangkan harapan-harapan yang realistis mengenai perilaku peserta didik.