Makalah
“Takwa dan hubungannya dengan
Lingkungan Hidup “
Kelompok 7
Tahun 2017
Kata
Pengantar
Segala puji kami hanturkan kepada
Allah SWT, karena atas pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini sebagai bahan dalam pemenuhan tugas kelompok mata kuliah Studi
Islam 3 yang dibimbing oleh bapak Abd. Thalib S.PdI, M.PdI. Kami juga tak lupa mengucapkan banyak terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini membahas tentang “Takwa dan
hubungannya dengan Lingkungan Hidup “.
Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami banyak mengharap kritik dan saran
dari pembaca demi kesempurnaan kami dalam menyusun makalah
dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca
maupun bagi kami sebagai penyusun.
Maros,
02 Desember 2017
Penyusun
Daftar
Isi
Halaman Sampul
Kata Pengantar.......................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Ruang
lingkup lingkungan ........................................................................... 3
B.
Takwa
dan hubungannya dengan lingkungan hidup..................................... 4
C.
Cara
Meningkatkan Takwa Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Hidup.. 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................. 13
B.
Saran........................................................................................................... 13
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang
hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman
Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari
kemusyrikan, dosa dan kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang
berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan
janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa
Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan,
disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk
peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita
tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita.Taqwa adalah tidak
terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa
kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam
keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan
bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun
melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan
kepada bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan
menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah
adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan
Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruniai amal kebaikan
maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk
dalam cakupan takwa, yaitu dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang
dengan lingkungan hidupnya. Maka dari itu kami akan membahas dalam makalah
ini terkait dengan hal tersebut.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
saja ruang lingkup dari lingkungan ?
2.
Bagaimana
takwa dan hubungannya dengan lingkungan hidup ?
3.
Bagaimana
cara mengembangkan takwa dan hubungan dengan lingkungan hidup ?
1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang
Lingkup Lingkungan
Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia
baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi
lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan
biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua
orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun
sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik
berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda
mati yang ada di sekitar.
Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama
manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah
yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam
membentuk kepribadian seseorang
Secara khusus, kita sering menggunakan istilah
lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1.
Unsur
Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup
yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan
jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya
didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan
hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2.
Unsur
Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup
yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara,iklim, dan
lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi
kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Apa yang terjadi jika air tak ada
lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka
bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan,
banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya
berbagai penyakit, dan lain-lain.
B. Takwa
Dan Hubungannya Dengan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan
seseorang dengan lingkungan hidupnya. Dien Islam yang kaffah ini telah
melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik pengerusakan
secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus menjadi yang
terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu,
seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan
hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat
manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan
merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka
bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan
kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah
Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena
mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.
Allâh Azza wa Jalla berfirman : “Itulah ayat-ayat
Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar dan
tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya”. [Ali Imrân/3:108]
Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa
tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok
mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat
beribadah hanya kepada Allâh semata.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Yaitu) Orang-orang yang mengingat
Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]
Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam,
meskipun dalam jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar
dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Kerusakan alam dan
lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari
perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allâh merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). [ar-Rûm/30:41]
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya,
“Zaid bin Râfi’ berkata,’ Telah nampak kerusakan,’ maksudnya hujan tidak turun
di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa
binatang-binatangnya.”
Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang
zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla
akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan.
Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.” Kemudian
Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.
Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya
disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam
semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang
mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam
tafsirnya: ” Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan
buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata,
“Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah
berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan
ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan
berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh
babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan
lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah
membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka
dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa
dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan
kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak
lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan
kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya,
“Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota,
pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”
Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan
lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu
cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat.
Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita. Bukankah satu
pohon adalah jatah untuk dua orang ?
Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat
untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Bercocok tanam
termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk
bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”
Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar
menanam pohon beliau bersabda : Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu
ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan
baginya sebagai pahala sedekah.Bahkan pohon itu akan menjadi aset pahala
baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir
bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu
adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam
pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang
memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.
Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke
sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk
perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir
bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun
sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil
seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam
memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh
Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh
Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas
menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka
lakukan ? Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi
kebaikan dan keberkahan bumi.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara
pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan
longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para
sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya,
hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk
mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana.
Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen
buah-buahan.
Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia
berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang
besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang
bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”Kebanyakan
musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini
disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.
Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan
kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih
besar daripada buah-buahan yang ada sekarang.”
Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang
tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya
bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia
? Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda : Hajar Aswad turun dari
surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa
anak Adam.
Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad
yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari
salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga
memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama
Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti
menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan
dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa
berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana muncul
saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang
menjadi langganan banjir !
Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab
untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan
tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di
akhirat kelak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya
memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya
kewajiban untuk melestarikan alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya. [al-A’râf/7:56]
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini
sebagai berikut, “Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), ‘Dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.’
Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah
dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan
dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih membahayakan
umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu dan
memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta
merendahkan diri kepada-Nya.”
Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan,
manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan. Hewan
saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu
apakah kita selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat
kerusakan sesudah Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar
untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup
manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan
padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
[al-Hijr/15:19]. Semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa
Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh
Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya,
menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya yang
berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan
dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang
firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah
diketahui ukurannya (proporsional dan seimbang). Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang lainnya. Di
antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah
ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu
yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”
Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta’ala
menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting
bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi. Allâh Azza wa Jalla
berfirman: Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan
dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari
celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang
dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. [ar-Rûm/30:48].
Begitulah proses perubahan diciptakan untuk
memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai
siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air
ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan
syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan
sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di
muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di
sekitar kita.
Dan
juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat
akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda
maksiat mereka. Mereka inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan
alam semesta ini.
C. Cara
Meningkatkan Takwa Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Hidup
Sebagai manusia, Allah menciptakan dengan tujuan
untuk beribadah kepada Allah SWT sekaligus untuk diuji kelak untuk menentukan
nasib hidup manusia selanjutnya di akhirat. Untuk bisa menjalankan tujuan
tersebut tentu saja manusia wajib untuk memiliki iman dan taqwa agar ia mampu
juga mau menjalankan segala perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Dan juga
manusia harus senantiasa selalu berupaya meningkatkan ketakwaannya baik dalam
hubungannya dengan Allah, manusia maupun hubungannya dengan lingkungan
hidupnya. Jika tidak, tentu akan mendatangkan kemalasan untuk melaksanakan
segala perintah Allah tersebut.
Berikut beberapa cara dalam meningkatkan takwa dalam
hubungan dengan lingkungan hidup :
1.
Memperbaiki
Shalat
Untuk bisa meningkatkan taqwa takwa dalam hubungan
dengan lingkungan hidup salah
satu caranya adalah dengan memperbaiki shalat. Shalat saja tidak cukup,
melainkan membutuhkan shalat khusuk dan berkualitas. Itulah shalat yang
mencerminkan keimanan dan ketaqwaan.
Allah SWT berfirman “Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(QS Al Ankabut : 45).
Dengan banyak memperbaiki shalat, insyaAllah akan
mencegah kita dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Misalnya mencegah
kita dari perbuatan merusak ekosistem alam. Dan dengan demikian insyaAllah akan
meningkatkan ketakwaan kita.
2.
Mentadaburi
Al-Quran
Kita bisa meyakini dan memiliki ketaqwaan kepada
Allah dari sumbernya, yakni Al-Quran yang memberikan kita petunjuk. Untuk itu
dalam meningkat iman dan taqwa membaca sumbernya adalah jalan yang tepat.
Dengan membaca Al-Quran bukan berarti membaca teksnya, melainkan mentadaburi
isinya, dan menjadikan Al Quran sebagai petunjuk dalam mengelola lingkungan
hidup.
Hal ini sebagaimana Allah sampaikan dalam Surat
Yunus ayat 37, “Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah;
akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di
dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. Untuk itu, tadabur Al-Quran
adalah sesuatu yang wajib dilakukan dan ketika sudah mempelajarinya maka akan
muncul keyakinan dan tidak ada keraguan sedikitpun.
3.
Mentafakuri
Alam Semesta
Alam semesta jagad raya ini adalah milik Allah SWT.
Untuk itu, mentafakuri alam semesta juga salah satu cara meningkatkan iman dan
taqwa. Aktivitas ini membuat kita semakin yakin dan takjub akan segala ciptaan
Allah SWT. Dan dengan begitu akan bertambah rasa syukur kita kepada-Nya, dengan
cara menjaga serta melestarikan lingkungan sekitar.
Hal ini juga disampaikan Allah dalam QS Fushilat
ayat 37, “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari
maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu
hendak sembah.”
4.
Mempelajari
Ilmu Pengetahuan
“Dan
di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya” (QS Al Hajj : 8)
Ilmu di dunia ini segalanya milik Allah. Yang benar
adalah milik Allah, hanya manusia saja kadang tidak menangkapnya secara seksama
dalam kehidupan sehari-hari. Membaca ilmu pengetahuan dan mempelajarinya akan
membuat kita semakin tunduk dan takjub, karena ilmu manusia tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan yang Allah miliki.
Ilmu manusia hanya setetes dari luasnya samudera.
Hal ini karena Islam dan Ilmu Pengetahuan tentu saling mendukung
bukan bersebrangan. Jadi mempelajari ilmu pengetahuan khususnya ilmu
pengetahuan bagaimana mengelolah alam dengan baik dapat menjadikan takwanya
kita semakin kuat dalam hubungan dengan lingkungan sekitar.
5.
Tidak Terlena dengan Kehidupan Dunia
Dunia bisa
menawarkan kebahagiaan ataupun kesedihan walaupun semuanya hanya sementara.
Untuk itu, menjaga dan meningkat keimanan dan ketaqwaan dapat kita lakukan
dengan cara menjaga diri agar tidak terlena dengan kehidupan dunia. Biasanya
dengan terlena kehidupan dunia, kita juga lupa dengan Allah dan perintahnya.
Untuk itu, berhati-hati baik dalam kondisi apapun agar tidak terjebak pada urusan duniawi
semata.
6.
Mencari Informasi Manfaat atau Dampak dari Perintah
Allah
Cara Meningkatkan
Iman dan Taqwa
juga dapat di dapat saat kita
mau mencari informasi. Semakin kita mengetahui apa manfaat atau dampak yang
bisa kita ambil dari sebuah perintah, maka kita akan semakin bersyukur dan
merasakan bahagia karena apa yang diperintahkan untuk dijalankan oleh Allah SWT
adalah sesuatu yang menyelematkan dan membahagiakan. Untuk itu, kita harus
dapat mencari dan menggali informasi mengenai sebuah perintah agar keimanan dan
ketaqwaan semakin bertambah.
Jadi untuk meningkatkan ketakwaan kita dalam hubungan dengan lingkungan maka
kita harus mencarari informasi manfaat dari pelaksanaan perintah menjaga
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah
seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya,
dan Dia melihatnya selalu. Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dapat di
tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Jadi
menjaga lingkungan hidup termasuk dalam kategori bertakwa sebab telah menjalankan
amanah yang diberikan Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi.
B.
Saran
Kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sebab setiap manusia punya
kewajiban untuk melestarikan alam semesta. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan
manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza
wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu
yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh
semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul.
Daftar
Pustaka
https://almanhaj.or.id/3456-islam-dan-lingkungan-hidup.html
https://googleweblight.com/?lite_url=https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/cara-meningkatkan-iman-dan-taqwa&ei=GoOgVEQe&lc=id-ID&s=1&m=938&host=www.google.co.id&ts=1512085741&sig=ANTY_L3S1W9DMSdLn_kLKfM2sAF7vf6UnA